Friday, June 10, 2011

satu senja kita bagi dua*

kita tak bisa membagi senja
satu senja untuk satu kita
aku tahu matematika tak berlaku dalam puisi
karena rasa-bukan-logika adalah isi

kita tak bisa membagi senja, sayang
satu senja untuk satu kita
sebuah horison untuk sebongkah jingga
matahari. berbaring. merona.

hidup manusia mampir minum katanya
seperti kaki dan tanah maka melangkah saja
hingga kaki kelak berakhir menjadi tanah

maka aku mencintaimu hari ini
maka kau mencintaiku hari ini
dan besok dan besoknya lagi adalah hari ini

*) balasan untuk puisimu yang berjudul sama:

satu senja kita bagi dua


kita menemukan sepotong senja
tersimpan rapi dalam diam yang sama
kamu mengetuk ruangku
untuk tinggal dalam darahku
aku menyapa waktumu
untuk pergi bersama gelisahmu
tapi senja itu sebaiknya kita bagi dua saja
satu untuk mimpimu
satu untuk harapanku



Pada sebuah senja yang terbagi dua

kuterjemahkan matamu
di antara gerak daun yang membisu
dan kubisikkan aksara rasa dari

tempat paling hening di dunia:

di hatiku.

Thursday, June 09, 2011

Budai

Apa yang menghibur saya malam ini? Asbak rokok saya!
Saya tidak begitu faham Buddhism secara mendalam. Tapi asbak dengan sosok Buddha Tertawa ini ternyata bisa menularkan sebentuk keriangan ke dalam adanya saya. Kegembiraan berkelindan dengan si gloomy Thom Yorke dalam ruang saya.

Saya menjadi semakin berani tertawa, bahkan ketika menurut wacana umum dunia medis, saya sedang membunuh diri saya perlahan dengan rokok yang saya hisap.
Tapi siapalah yang bisa meramalkan masa depan, ketika seorang teman saya yang menerapkan pola hidup sehat sebagai investasi jangka panjang ternyata dipanggil Yang Maha Kuasa tanpa peringatan apapun? Tanpa penyakit apapun dalam medical track record-nya? Mungkin, dia tidak pernah melakukan medical check up. Sama seperti saya. Tidak. Tidak. Saya tiada maksud untuk mencibir.
Budai. He carries his few possessions in a cloth sack, being poor but content.
So let anyone dare to laugh. Kecemasan besok biarlah untuk besok saja. Walau, ya, walau, belajar risk management itu perlu. Let's laugh. Let's flow. Let the endorphine flow.

Tuesday, June 07, 2011

sepotong rasa ingin tahu, dua gumpal semangat pencarian, dan tiga karung rasa tidak gampang percaya

Nak, Bapak adalah anak zaman yang tumbuh dengan meraba-raba. Aku besar dalam kepingan imajinasi peradaban yang tidak lengkap. Aku mencerap aksara-aksara yang rentan salah-tafsir. Sekarang aku menapak bersamamu di zaman informasi dengan bongkahan-bongkahan sesal yang terucapkan melalui kalimat 'andai aku dulu mempelajari ini, andai dulu aku...".

Ah, sudahlah, aku tidak penting lagi. Yang penting sekarang adalah kamu. Tongkat estafet ini akan kulemparkan ke kamu. Sekarang, dengan teknologi komunikasi yang kita sama-sama rasakan, kamu bisa membangun imajinasi yang jauh lebih lengkap tentang peradaban. Yang kau punya sekarang tidak lagi  sekedar aksara-aksara rentan salah-tafsir ketika kau memejamkan matamu. Kau tak harus berjalan jauh untuk membuktikan dan merasakan apa yang digambarkan oleh aksara-aksara itu.

Sekarang kau cukup memiliki sepotong rasa ingin tahu, dua gumpal semangat pencarian, dan tiga karung rasa tidak gampang percaya. Jangan lagi kau hidup dalam ironi 'manusia-manusia bodoh yang hidup di zaman bertabur informasi'.